Wednesday 11 June 2014

Persiapan Ramadhan (1): Keutamaan shalat malam dalam Al-Qur'an

Solat malam adalah solat sunnah yang sangat dianjurkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Solat malam adalah kebiasaan yang senantiasa dipelihara oleh para nabi dan orang-orang solih.

Pengertian solat malam

Al-Qur’an dan as-sunnah mempergunakan beberapa istilah untuk solat malam, yaitu; shalat al-lail, qiyam al-lail, at-tahajjud dan an-nasyiah. Qiyam al-lail dan shalat al-lail merupakan istilah yang paling banyak dipakai dan paling terkenal, yang secara harfiah bermakna bangun malam dan shalat malam. Adapun istilah tahajjud dan an-nasyiah lebih jarang dipergunakan.


Solat al-lail atau qiyam al-lail adalah shalat sunah yang dikerjakan di waktu malam, dan ia disebut tahajjud jika dikerjakan setelah tidur malam. (Musthafa Al-Khin, Musthafa Al-Bugha dan Ali Asy-Syarbaji, Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Al-Madzhab Asy-Syafi’i 1/217)

Majoriti ulama mengatakan bahwa solat al-lail atau qiyam al-lail adalah solat sunnah yang dikerjakan di waktu malam setelah bangun tidur. (Al-Khathib Asy-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj Syarh Al-Minhaj, 1/227)


Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Qiyam al-lail adalah [shalat sunnah yang dikerjakan] dari waktu Maghrib sampai terbit fajar [waktu Shubuh]. Maka shalat sunah yang dikerjakan diantara waktu Maghrib dan Isya’ adalah bagian dari qiyam al-lail. Adapun istilah an-naasyi-ah hanya dipergunakan untuk shalat [sunnah di waktu malam] setelah bangun tidur.” (Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Tawdhih Al-Ahkam min Bulugh Al-Maram, 2/215)

Istilah at-tahajjud atau tahajjud disebutkan dalam surat Al-Isra’ [17] ayat 79:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)

“Dan dari sebagian waktu malam, laksanakanlah tahajjud dengan membaca Al-Qur’an, sebagai tambahan kewajiban ibadah bagimu [Nabi Muhammad], niscaya Rabbmu pasti akan mengangkatmu pada kedudukan yang terpuji [yaitu memberi syafa'at' uzhma di padang mahsyar pada hari kiamat].” (QS. Al-Isra’ [17]: 79)

At-Tahajjud berasal dari kata dasar tahajjada – yatahajjadu – tahajjud yang secara harfiah bermakna tarku al-hujuud yaitu meninggalkan al-hujuud. Al-hujuud adalah tidur. Dengan demikian tahajjud bermakna meninggalkan tidur malam dan bangun di waktu malam untuk melaksanakan shalat dan ibadah kepada Allah Ta’ala. (Dr. Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir fil ‘Aqidah wa Asy-Syari’ah wa Al-Manhaj, 8/152)

Adapun istilah an-naasyi-ah disebutkan dalam surat Al-Muzammil [73] ayat 6:

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6)

“Sesungguhnya naasyi-ah al-lail itu lebih berkesan dalam jiwa dan lebih membantu dalam memahami bacaan Al-Qur’an.” (QS. Al-Muzammil [73]: 6)

An-naasyi-ah berasal dari kata dasar nasya-a –yansya-u —nasy-un wa nasy-atun, yang secara harfiah bermakna al-huduts yaitu timbul, terjadi, atau bermula.

Dalam surat Al-Muzammil [73] ayat 6, lafal an-naasyi-ah adalah kata sifat untuk mensifati sesuatu yang tidak disebutkan secara tersurat. Ayat-ayat sebelumnya dalam surat Al-Muzammil menyebutkan perintah bangun di waktu malam untuk shalat dan perintah membaca Al-Qur’an secara tartil. Maka bisa dipahami dan disimpulkan dari ayat-ayat tersebut bahwa sesuatu yang disifati dan tidak disebutkan secara tersurat dalam ayat ke-6 tersebut adalah shalat. Naasyi-at al-lail dalam ayat tersebut dengan demikian adalah ash-shalat an-naasyi-ah fil lail (shalat yang terjadi atau dilaksanakan di malam hari).

Shalat dalam ayat tersebut disifati sebagai an-naasyi-ah (sesuatu yang terjadi), karena shalat tersebut diadakan dan dikerjakan oleh seorang mukmin, maka shalat itu pun ada dan terjadi. Jika shalat itu dikerjakan setelah seorang mukmin bangun dari tidur malam, maka makna an-nasy-u (timbul dan terjadi setelah sebelumnya tidak ada) itu menjadi lebih kuat. Oleh karena itu Aisyah radhiyallahu ‘anha menafsirkan an-naasyi-ah adalah shalat setelah bangun tidur (di waktu malam) dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menafsirkan naasyi-at al-lail dengan makna shalat di seluruh waktu malam, dan pendapat ini dipilih oleh imam Malik. Adapun Ali bin Husain (Zainal Abidin) menafsirkannya dengan makna shalat diantara waktu Maghrib dan Isya’. (Muhammad Thahir bin ‘Asyur, Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, 29/262)

Sebagaimana dikatakan oleh imam Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (wafat tahun 310 H) dan para ulama tafsir, di kalangan ulama sahabat dan tabi’in terjadi perbedaan pendapat dalam memahami makna naasyi-at al-lail ataushalat yang dilakukan di waktu malam dalam surat Al-Muzammil di atas.

1- Sebagian ulama sahabat dan tabi’in berpendapat bahwa naasyi-at al-lail adalah seluruh waktu malam atau semua shalat yang dikerjakan di waktu malam.

Abdullah bin Abi Mulaikah meriwayatkan bahwa sahabat Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhum berpendapat seluruh waktu malam (dari bakda Maghrib sampai waktu Shubuh) adalah naasyi-at al-lail.

Pendapat ini juga diikuti oleh para ulama tabi’in yaitu Mujahid bin Jabr, Ikrimah mawla Ibnu Abbas, Ibnu Abi Najih, Abu Maisarah, dan Adh-Dhahak bin Muzahim. Mereka mengatakan bahwa di bagian waktu malam manapun seorang mukmin melakukan shalat, maka ia disebut telah melakukan nasyi-at al-lail.

Pendapat inilah yang dipilih oleh imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Jarir Ath-Thabari.

2- Sebagian ulama tabi’in berpendapat bahwa naasyi-at al-lail adalah khusus untuk waktu setelah shalat Isya’. Adapun shalat dan waktu sebelum Isya’ tidak disebut naasyi-at al-lail.

Abu Mijlaz berkata: Apa yang dilakukan setelah Isya’ itulah yang disebut naasyi-at al-lail. Pendapat ini juga diikuti oleh Qatadah bin Da’amah, Hasan Al-Bashri, dan Abu Raja’. (Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan fi Ta’wil Ayyi Al-Qur’an, 23/366-369)



Keutamaan shalat malam dalam Al-Qur’an

Shalat malam pada awalnya diwajibkan atas diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabat dengan turunnya surat Al-Muzammil ayat 1 – 8. Mereka melaksanakan kewajiban shalat malam tersebut selama satu tahun penuh, kemudian Allah Ta’ala menurunkan surat Al-Muzammil ayat 20 yang merubah hukum shalat malam menjadi sunnah bagi umat Islam, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh imam Muslim dan Ahmad.

Banyak ulama berpendapat shalat malam tetap wajib bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam berdasarkan perintah Allah kepada beliau dalam surat Al-Isra’ ayat 79.

Shalat malam memiliki banyak keutamaan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Shalat malam dikerjakan di waktu yang berat, yaitu di tengah keheningan malam, saat mayoritas manusia terlelap dalam tidur. Shalat malam dikerjakan di saat mayoritas manusia tidak melihat pelakunya, sehingga pelakunya lebih terdidik untuk berniat ikhlas dan terbebas dari kemungkinan riya’ dan sum’ah. Shalat malam dikerjakan dalam waktu yang sunyi dan tenang, sehingga pelakunya leluasa bermunajat kepada Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Di antara keutamaan shalat malam di dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)

“Dan dari sebagian waktu malam, laksanakanlah tahajjud dengan membaca Al-Qur’an, sebagai tambahan kewajiban ibadah bagimu [Nabi Muhammad], niscaya Rabbmu pasti akan mengangkatmu pada kedudukan yang terpuji [yaitu memberi syafa'at' uzhma di padang mahsyar pada hari kiamat].” (QS. Al-Isra’ [17]: 79)

لَيْسُوا سَوَاءً مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آَيَاتِ اللَّهِ آَنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ (113) يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ (114)

Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus [yaitu golongan ahli kitab yang telah memeluk agama Islam], mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka menyuruh kepada perbuatan yang ma’ruf, mencegah dari perbuatan yang munkar dan mereka bersegera kepada (mengerjakan) amal-amal kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang yang shalih.(QS. Ali Imran [3]: 113-114)

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64)

Dan hamba-hamba Ar-Rahman (Allah yang Maha Penyayang) ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri (shalat malam) untuk Rabb mereka.(QS. Al-Furqan [25]: 63-64)

يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا (4)إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا (5) إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6)

Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al-Muzammil [73]: 1-6)

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (25)وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا (26)

Dan sebutlah nama Rabbmu pada waktu pagi dan petang, dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari.(QS. Al-Insan [76]: 25-26)

أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ

(Apakah kalian hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang banyak beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya? (QS. Az-Zumar [39]: 9)

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam (karena banyak melakukan shalat malam) dan selalu memohonkan ampunan Allah di waktu pagi sebelum fajar.(QS. Adz-Dzariyat [51]: 15-18)

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآَيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ (15) تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (16)فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (17)

Sesungguhnya orang yang benar benar berman kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan mereka tidaklah berlaku sombong.

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya [yaitu banyak melaksanakan shalat malam] dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menginfakkan sebagian rezki yang Kami berikan.

Maka tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti mereka, yang indah dipandang, sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka telah kerjakan. (QS. As-Sajdah [32]: 15-17)

Wallahu a’lam bish-shawab.

(muhib al majdi/arrahmah.com)
Shalat malam adalah shalat sunnah yang sangat dianjurkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Shalat malam adalah kebiasaan yang senantiasa dipelihara oleh para nabi dan orang-orang shalih.
Pengertian shalat malam
Al-Qur’an dan as-sunnah mempergunakan beberapa istilah untuk shalat malam, yaitu; shalat al-lail, qiyam al-lail, at-tahajjud dan an-nasyiah. Qiyam al-lail dan shalat al-lail merupakan istilah yang paling banyak dipakai dan paling terkenal, yang secara harfiah bermakna bangun malam dan shalat malam. Adapun istilah tahajjud dan an-nasyiah lebih jarang dipergunakan.
Shalat al-lail atau qiyam al-lail adalah shalat sunah yang dikerjakan di waktu malam, dan ia disebut tahajjud jika dikerjakan setelah tidur malam. (Musthafa Al-Khin, Musthafa Al-Bugha dan Ali Asy-Syarbaji, Al-Fiqh Al-Manhaji ‘ala Al-Madzhab Asy-Syafi’i 1/217)
Mayoritas ulama mengatakan bahwa shalat al-lail atau qiyam al-lail adalah shalat sunnah yang dikerjakan di waktu malam setelah bangun tidur. (Al-Khathib Asy-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj Syarh Al-Minhaj, 1/227)
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Qiyam al-lail adalah [shalat sunnah yang dikerjakan] dari waktu Maghrib sampai terbit fajar [waktu Shubuh]. Maka shalat sunah yang dikerjakan diantara waktu Maghrib dan Isya’ adalah bagian dari qiyam al-lail. Adapun istilah an-naasyi-ah hanya dipergunakan untuk shalat [sunnah di waktu malam] setelah bangun tidur.” (Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam, Tawdhih Al-Ahkam min Bulugh Al-Maram, 2/215)
Istilah at-tahajjud atau tahajjud disebutkan dalam surat Al-Isra’ [17] ayat 79:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)
“Dan dari sebagian waktu malam, laksanakanlah tahajjud dengan membaca Al-Qur’an, sebagai tambahan kewajiban ibadah bagimu [Nabi Muhammad], niscaya Rabbmu pasti akan mengangkatmu pada kedudukan yang terpuji [yaitu memberi syafa'at' uzhma di padang mahsyar pada hari kiamat].” (QS. Al-Isra’ [17]: 79)
At-Tahajjud berasal dari kata dasar tahajjada – yatahajjadu – tahajjud yang secara harfiah bermakna tarku al-hujuud yaitu meninggalkan al-hujuud. Al-hujuud adalah tidur. Dengan demikian tahajjud bermakna meninggalkan tidur malam dan bangun di waktu malam untuk melaksanakan shalat dan ibadah kepada Allah Ta’ala. (Dr. Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir fil ‘Aqidah wa Asy-Syari’ah wa Al-Manhaj, 8/152)
Adapun istilah an-naasyi-ah disebutkan dalam surat Al-Muzammil [73] ayat 6:
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6)
“Sesungguhnya naasyi-ah al-lail itu lebih berkesan dalam jiwa dan lebih membantu dalam memahami bacaan Al-Qur’an.” (QS. Al-Muzammil [73]: 6)
An-naasyi-ah berasal dari kata dasar nasya-a –yansya-u —nasy-un wa nasy-atun, yang secara harfiah bermakna al-huduts yaitu timbul, terjadi, atau bermula.
Dalam surat Al-Muzammil [73] ayat 6, lafal an-naasyi-ah adalah kata sifat untuk mensifati sesuatu yang tidak disebutkan secara tersurat. Ayat-ayat sebelumnya dalam surat Al-Muzammil menyebutkan perintah bangun di waktu malam untuk shalat dan perintah membaca Al-Qur’an secara tartil. Maka bisa dipahami dan disimpulkan dari ayat-ayat tersebut bahwa sesuatu yang disifati dan tidak disebutkan secara tersurat dalam ayat ke-6 tersebut adalah shalat. Naasyi-at al-lail dalam ayat tersebut dengan demikian adalah ash-shalat an-naasyi-ah fil lail (shalat yang terjadi atau dilaksanakan di malam hari).
Shalat dalam ayat tersebut disifati sebagai an-naasyi-ah (sesuatu yang terjadi), karena shalat tersebut diadakan dan dikerjakan oleh seorang mukmin, maka shalat itu pun ada dan terjadi. Jika shalat itu dikerjakan setelah seorang mukmin bangun dari tidur malam, maka makna an-nasy-u (timbul dan terjadi setelah sebelumnya tidak ada) itu menjadi lebih kuat. Oleh karena itu Aisyah radhiyallahu ‘anha menafsirkan an-naasyi-ah adalah shalat setelah bangun tidur (di waktu malam) dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menafsirkan naasyi-at al-lail dengan makna shalat di seluruh waktu malam, dan pendapat ini dipilih oleh imam Malik. Adapun Ali bin Husain (Zainal Abidin) menafsirkannya dengan makna shalat diantara waktu Maghrib dan Isya’. (Muhammad Thahir bin ‘Asyur, Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir, 29/262)
Sebagaimana dikatakan oleh imam Muhammad bin Jarir Ath-Thabari (wafat tahun 310 H) dan para ulama tafsir, di kalangan ulama sahabat dan tabi’in terjadi perbedaan pendapat dalam memahami makna naasyi-at al-lail ataushalat yang dilakukan di waktu malam dalam surat Al-Muzammil di atas.
1- Sebagian ulama sahabat dan tabi’in berpendapat bahwa naasyi-at al-lail adalah seluruh waktu malam atau semua shalat yang dikerjakan di waktu malam.
Abdullah bin Abi Mulaikah meriwayatkan bahwa sahabat Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhum berpendapat seluruh waktu malam (dari bakda Maghrib sampai waktu Shubuh) adalah naasyi-at al-lail.
Pendapat ini juga diikuti oleh para ulama tabi’in yaitu Mujahid bin Jabr, Ikrimah mawla Ibnu Abbas, Ibnu Abi Najih, Abu Maisarah, dan Adh-Dhahak bin Muzahim. Mereka mengatakan bahwa di bagian waktu malam manapun seorang mukmin melakukan shalat, maka ia disebut telah melakukan nasyi-at al-lail.
Pendapat inilah yang dipilih oleh imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Jarir Ath-Thabari.
2- Sebagian ulama tabi’in berpendapat bahwa naasyi-at al-lail adalah khusus untuk waktu setelah shalat Isya’. Adapun shalat dan waktu sebelum Isya’ tidak disebut naasyi-at al-lail.
Abu Mijlaz berkata: Apa yang dilakukan setelah Isya’ itulah yang disebut naasyi-at al-lail. Pendapat ini juga diikuti oleh Qatadah bin Da’amah, Hasan Al-Bashri, dan Abu Raja’. (Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan fi Ta’wil Ayyi Al-Qur’an, 23/366-369)

Keutamaan shalat malam dalam Al-Qur’an
Shalat malam pada awalnya diwajibkan atas diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabat dengan turunnya surat Al-Muzammil ayat 1 – 8. Mereka melaksanakan kewajiban shalat malam tersebut selama satu tahun penuh, kemudian Allah Ta’ala menurunkan surat Al-Muzammil ayat 20 yang merubah hukum shalat malam menjadi sunnah bagi umat Islam, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh imam Muslim dan Ahmad.
Banyak ulama berpendapat shalat malam tetap wajib bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam berdasarkan perintah Allah kepada beliau dalam surat Al-Isra’ ayat 79.
Shalat malam memiliki banyak keutamaan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Shalat malam dikerjakan di waktu yang berat, yaitu di tengah keheningan malam, saat mayoritas manusia terlelap dalam tidur. Shalat malam dikerjakan di saat mayoritas manusia tidak melihat pelakunya, sehingga pelakunya lebih terdidik untuk berniat ikhlas dan terbebas dari kemungkinan riya’ dan sum’ah. Shalat malam dikerjakan dalam waktu yang sunyi dan tenang, sehingga pelakunya leluasa bermunajat kepada Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Di antara keutamaan shalat malam di dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79)
“Dan dari sebagian waktu malam, laksanakanlah tahajjud dengan membaca Al-Qur’an, sebagai tambahan kewajiban ibadah bagimu [Nabi Muhammad], niscaya Rabbmu pasti akan mengangkatmu pada kedudukan yang terpuji [yaitu memberi syafa'at' uzhma di padang mahsyar pada hari kiamat].” (QS. Al-Isra’ [17]: 79)
لَيْسُوا سَوَاءً مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ أُمَّةٌ قَائِمَةٌ يَتْلُونَ آَيَاتِ اللَّهِ آَنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ (113) يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ (114)
Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus [yaitu golongan ahli kitab yang telah memeluk agama Islam], mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (shalat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, mereka menyuruh kepada perbuatan yang ma’ruf, mencegah dari perbuatan yang munkar dan mereka bersegera kepada (mengerjakan) amal-amal kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang yang shalih.(QS. Ali Imran [3]: 113-114)
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64)
Dan hamba-hamba Ar-Rahman (Allah yang Maha Penyayang) ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri (shalat malam) untuk Rabb mereka.(QS. Al-Furqan [25]: 63-64)
يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآَنَ تَرْتِيلًا (4)إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا (5) إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا (6)
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al-Muzammil [73]: 1-6)
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (25)وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا (26)
Dan sebutlah nama Rabbmu pada waktu pagi dan petang, dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari.(QS. Al-Insan [76]: 25-26)
أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
(Apakah kalian hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang banyak beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya? (QS. Az-Zumar [39]: 9)
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam (karena banyak melakukan shalat malam) dan selalu memohonkan ampunan Allah di waktu pagi sebelum fajar.(QS. Adz-Dzariyat [51]: 15-18)
إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآَيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ (15) تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (16)فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (17)
Sesungguhnya orang yang benar benar berman kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan mereka tidaklah berlaku sombong.
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya [yaitu banyak melaksanakan shalat malam] dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menginfakkan sebagian rezki yang Kami berikan.
Maka tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti mereka, yang indah dipandang, sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka telah kerjakan. (QS. As-Sajdah [32]: 15-17)
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)
- See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/persiapan-ramadhan-1-keutamaan-shalat-malam-dalam-al-quran.html#sthash.jg2j7qAc.dpuf

No comments:

Post a Comment