Jabat tangan dengan lawan jenis menurut imam 4 mazhab
Para ulama terdahulu maupun sekarang, baik para ahli fikih, ahli tafsir, ahli hadits dan selainnya, mereka mengharamkan bagi wanita untuk berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Dan tidak ada dari ulama-ulama tersebut yang menyelisihi pendapat itu sampai saat ini, kecuali hanya sebahagian ulama pada zaman ini yang memfatwakan perkataan yang menyimpang dari syariat, mengenai bolehnya wanita berjabat tangan dengan laki-laki non mahram. Maka kami akan menyebutkan beberapa perkataan ulama madzhab yang terkenal dengan keilmuannya akan Al-Quran dan Hadits Nabi. Sehingga dapat memberi pengetahuan bahwa perkataan yang menyelisihinya adalah perkataan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan Al-Quran dan hadits Nabi.
Mazhab Hanafi.
Penulis kitab Al-Hidayah berkata: “Tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk menyentuh wajah atau telapak tangan seorang wanita walaupun ia merasa aman dari syahwat.” Penulis kitab Ad-Dur Mukhtar mengatakan: “Tidak diperbolehkan menyentuh wajah atau telapak tangan wanita walaupun ia merasa aman dari syahwat.”
Madzhab Maliki
Imam Ibnul Arabi, yang merupakan ulama madzhab Maliki, berkata mengenai firman Allah yang artinya “Ketika datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia kepadamu, bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun” (Al-Mumtahanah: 12) (Ayat ini turun berkenaan dengan wanita-wanita muslimah yang ingin berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. pent). Kemudian beliau menerangkan hadits dari Urwah bahwasanya ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: “Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wasallam diuji dengan ayat ini “Jika datang kepadamu perempuan-perempuan beriman”. Ma’mur berkata bahwasanya Ibnu Thawus mengabarkan dari bapaknya: “Tidak boleh seorang laki-laki menyentuh tangan perempuan kecuali perempuan yang ia miliki.” Aisyah Radhiyallahu ‘Anha juga mengatakan di dalam Kitab Shahih Bukhari-Muslim: “Tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidaklah menyentuh tangan perempuan ketika membaiat (mengadakan janji setia)”. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam pun bersabda “(Ketika membaiat) Aku tidak berjabat tangan dengan wanita, namun aku membaiatnya dengan ucapanku kepada seratus orang wanita sebagaimana baiatku kepada satu orang wanita”. Diriwayatkan pula bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam berjabat tangan dengan wanita menggunakan bajunya. Pada riwayat yang lain, disebutkan Umar Radhiyallahu ‘Anhu berjabat tangan dengan bajunya, dan ia memerintahkan para wanita untuk berdiri di atas batu besar, kemudian Umar Radhiyallahu ‘Anhu membaiat mereka. Hadits ini riwayatnya dhaif, namun bisa menjadi penguat dari hadits-hadits shahih di atas. Imam Al-Baaji berkata dalam kitabnya Al-Muntaqa, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita”. Yakni tidak berjabat tangan langsung dengan tangannya. Dari hal tersebut, diketahui bahwasanya cara berbaiat dengan laki-laki adalah dengan berjabat tangan dengannya, namun hal ini terlarang jika membaiat wanita dengan berjabat tangan secara langsung.
Madzhab As-Syafi’i
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Majmu’: “Sahabat kami berkata bahwa diharamkan untuk memandang dan menyentuh wanita, jika wanita tersebut telah dewasa. Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang wanita yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak boleh untuk menyentuh wanita walaupun dalam keadaan demikian. Imam Nawawi pun berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Hal ini menunjukkan bahwa cara membaiat wanita adalah dengan perkataan, dan hal ini juga menunjukkan, mendengar ucapan atau suara wanita yang bukan mahram adalah diperbolehkan jika ada kebutuhan, karena suara bukanlah aurat. Dan tidak boleh menyentuh secara langsung wanita yang bukan mahram jika tidak termasuk hal yang darurat, semisal seorang dokter yang menyentuh pasiennya untuk memeriksa penyakit”.
Madzhab Hambali
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu Fatawa, “Haram hukumnya memandang wanita dan amrod (anak berusia baligh tampan yang tidak tumbuh jenggotnya) diiringi dengan syahwat. Barang siapa yang membolehkannya, maka ia telah menyelisihi Ijma (kesepakatan) kaum muslimin. Hal ini juga merupakan pendapatnya Imam Ahmad dan Imam Asy-Syafi’i. Segala hal yang dapat menimbulkan syahwat, maka hukumnya adalah haram tanpa keraguan di dalamnya. Baik itu syahwat yang timbul karena kenikmatan memandang atau karena hubungan badan. Dan menyentuh dihukumi sebagaimana memandang sesuatu yang haram.” Ibnu Muflih dalam Al-Furu’ mengatakan: “Diperbolehkan berjabat tangan antara wanita dengan wanita, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua dengan wanita terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk menyentuhnya”. Hal ini disebutkan dalam kitab Al-Fusul dan Ar-Ri’ayah. Beliau juga bercerita dalam kitab Kasyful Qina’ : “Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya, maka beliau menjawab, “Tidak boleh!”. Karena ingin mendapat penjelasan lebih, maka aku bertanya: “Bagaimana jika berjabat tangannya dengan menggunakan kain?”. Abu Abdillah pun mengatakan : “Tidak boleh!”. Laki-laki yang lain ikut bertanya: “walaupun ia mempunyai hubungan kerabat? Abu Abdillah (Imam Ahmad) juga mengatakan, “Tidak boleh!” Kemudian Aku bertanya lagi, “Bagaimana jika ia adalah anaknya sendiri?”. Maka Abu Abdillah menjawab: “jika yang ia jabat tangani adalah anaknya, maka hal ini tidaklah mengapa”. Dari nukilan-nukilan di atas, menunjukkan bahwa berjabat tangan langsung dengan wanita asing yang bukan mahram adalah salah satu diantara kemaksiatan yang telah tersebar di kalangan manusia. Dan hal ini termasuk kemungkaran jika diukur dari sisi syariat, karena hal tersebut merupakan perbuatan yang buruk atau tanda rusaknya agama seseorang. Dan sungguh terdapat ancaman yang keras kepada orang-orang yang menyentuh wanita yang bukan mahramnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Dari Ma’qil bin Yasar, bahwasanya Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya salah seorang diantara kalian jika ditusuk dengan jarum dari besi , itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita yang bukan mahramnya”, (HR. Thabrani dan juga Baihaqi). ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata “Demi Allah, segala hal yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tetapkan bagi wanita, maka hal itu adalah perintah dari Allah Ta’ala. Dan tangan Rasulullah tidaklah menyentuh tangan wanita. Dan perlu diketahui, bahwa menyentuh dan berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram akan menimbulkan kerusakan yang sangat banyak. Diantaranya akan menimbulkan syahwat (nafsu) atau keinginan negatif dan hilangnya rasa malu. Karena barang siapa wanita yang bermudah-mudahan dalam menjulurkan tangannya kepada laki-laki yang bukan mahram, maka ia tidak akan segan untuk melakukan yang lebih hina dari itu”. [copy.islampos.com] Sumber: ibnismail.wordpress.com Majalah Paras edisi 14 tahun 2004 http://ar.islamway.net/fatwa/15452
09 Januari 2015
Bolehkah Kita Berjabatan dengan Lawan Jenis?
Dicatat oleh ustazcyber di 5:23:00 PG
BERJABAT tangan merupakan simbol keakraban dan perdamaian selepas
berlaku sesuatu perselisihan dan dalam sesuatu urusan. Tetapi dalam
Islam sejauh mana amalan ini dibenarkan? Apakah ada batasnya dan
dilarang berjabat tangan di antara lelaki dan wanita?
Permasalahan yang timbul dari pertanyaan tersebut disebabkan kerana
penafsiran hadits yang telah popular dimasyarakat. Sebagaimana dalam
hadits tersebut dikatakan. “Tertusuk kepalamu dengan jarum besi, itu
lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal bagimu.” (HR.
At-thabrani dan al-Baihaqi)
Betulkah yang dimaksud dengan “menyentuh” itu berjabat tangan atau kulit
bertemu kulit?
Dalam pelafalan Arab menyentuh yaitu massa. Diertikan oleh sebahagian
ulama sebagai menyentuh, kulit bertemu kulit lawan jenis. Sehingga ,
jabat tangan antara lelaki dan perempuan yang tidak muhrim tidak
dibolehkan, tak hairan memang jika hadits di atas memang sering
dijadikan dalil untuk mengharamkan jabat tangan antara laki-laki dan
perempuan secara mutlak oleh sebahagian ulama.
Jabat tangan dengan lawan jenis menurut imam 4 mazhab
Para ulama terdahulu maupun sekarang, baik para ahli fikih, ahli tafsir,
ahli hadits dan selainnya, mereka mengharamkan bagi wanita untuk
berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Dan tidak ada
dari ulama-ulama tersebut yang menyelisihi pendapat itu sampai saat ini,
kecuali hanya sebahagian ulama pada zaman ini yang memfatwakan
perkataan yang menyimpang dari syariat, mengenai bolehnya wanita
berjabat tangan dengan laki-laki non mahram.
Maka kami akan menyebutkan beberapa perkataan ulama madzhab yang
terkenal dengan keilmuannya akan Al-Quran dan Hadits Nabi. Sehingga
dapat memberi pengetahuan bahwa perkataan yang menyelisihinya adalah
perkataan yang menyimpang dan tidak sesuai dengan Al-Quran dan hadits
Nabi.
Mazhab Hanafi.
Penulis kitab Al-Hidayah berkata: “Tidak diperbolehkan bagi seorang
laki-laki untuk menyentuh wajah atau telapak tangan seorang wanita
walaupun ia merasa aman dari syahwat.”
Penulis kitab Ad-Dur Mukhtar mengatakan: “Tidak diperbolehkan menyentuh
wajah atau telapak tangan wanita walaupun ia merasa aman dari syahwat.”
Madzhab Maliki
Imam Ibnul Arabi, yang merupakan ulama madzhab Maliki, berkata mengenai
firman Allah yang artinya “Ketika datang kepadamu perempuan-perempuan
yang beriman untuk mengadakan janji setia kepadamu, bahwa mereka tidak
akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun” (Al-Mumtahanah: 12) (Ayat
ini turun berkenaan dengan wanita-wanita muslimah yang ingin berbaiat
kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. pent). Kemudian beliau
menerangkan hadits dari Urwah bahwasanya ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
berkata: “Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wasallam diuji dengan ayat ini
“Jika datang kepadamu perempuan-perempuan beriman”. Ma’mur berkata
bahwasanya Ibnu Thawus mengabarkan dari bapaknya: “Tidak boleh seorang
laki-laki menyentuh tangan perempuan kecuali perempuan yang ia miliki.”
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha juga mengatakan di dalam Kitab Shahih
Bukhari-Muslim: “Tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidaklah
menyentuh tangan perempuan ketika membaiat (mengadakan janji setia)”.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam pun bersabda “(Ketika
membaiat) Aku tidak berjabat tangan dengan wanita, namun aku membaiatnya
dengan ucapanku kepada seratus orang wanita sebagaimana baiatku kepada
satu orang wanita”. Diriwayatkan pula bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wasallam berjabat tangan dengan wanita menggunakan bajunya.
Pada riwayat yang lain, disebutkan Umar Radhiyallahu ‘Anhu berjabat
tangan dengan bajunya, dan ia memerintahkan para wanita untuk berdiri di
atas batu besar, kemudian Umar Radhiyallahu ‘Anhu membaiat mereka.
Hadits ini riwayatnya dhaif, namun bisa menjadi penguat dari
hadits-hadits shahih di atas.
Imam Al-Baaji berkata dalam kitabnya Al-Muntaqa, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan
wanita”. Yakni tidak berjabat tangan langsung dengan tangannya. Dari
hal tersebut, diketahui bahwasanya cara berbaiat dengan laki-laki adalah
dengan berjabat tangan dengannya, namun hal ini terlarang jika membaiat
wanita dengan berjabat tangan secara langsung.
Madzhab As-Syafi’i
Imam Nawawi berkata dalam kitabnya Al-Majmu’: “Sahabat kami berkata
bahwa diharamkan untuk memandang dan menyentuh wanita, jika wanita
tersebut telah dewasa. Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk
memandang wanita yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya
atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi
sesuatu ataupun semisal dengannya. Namun tidak boleh untuk menyentuh
wanita walaupun dalam keadaan demikian.
Imam Nawawi pun berkata dalam Syarah Shahih Muslim: “Hal ini menunjukkan
bahwa cara membaiat wanita adalah dengan perkataan, dan hal ini juga
menunjukkan, mendengar ucapan atau suara wanita yang bukan mahram adalah
diperbolehkan jika ada kebutuhan, karena suara bukanlah aurat. Dan
tidak boleh menyentuh secara langsung wanita yang bukan mahram jika
tidak termasuk hal yang darurat, semisal seorang dokter yang menyentuh
pasiennya untuk memeriksa penyakit”.
Madzhab Hambali
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan dalam Majmu Fatawa, “Haram
hukumnya memandang wanita dan amrod (anak berusia baligh tampan yang
tidak tumbuh jenggotnya) diiringi dengan syahwat. Barang siapa yang
membolehkannya, maka ia telah menyelisihi Ijma (kesepakatan) kaum
muslimin. Hal ini juga merupakan pendapatnya Imam Ahmad dan Imam
Asy-Syafi’i. Segala hal yang dapat menimbulkan syahwat, maka hukumnya
adalah haram tanpa keraguan di dalamnya. Baik itu syahwat yang timbul
karena kenikmatan memandang atau karena hubungan badan. Dan menyentuh
dihukumi sebagaimana memandang sesuatu yang haram.”
Ibnu Muflih dalam Al-Furu’ mengatakan: “Diperbolehkan berjabat tangan
antara wanita dengan wanita, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua
dengan wanita terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih
muda diharamkan untuk menyentuhnya”. Hal ini disebutkan dalam kitab
Al-Fusul dan Ar-Ri’ayah.
Beliau juga bercerita dalam kitab Kasyful Qina’ : “Abu Abdillah (Imam
Ahmad) pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang berjabat tangan
dengan wanita yang bukan mahramnya, maka beliau menjawab, “Tidak
boleh!”. Karena ingin mendapat penjelasan lebih, maka aku bertanya:
“Bagaimana jika berjabat tangannya dengan menggunakan kain?”. Abu
Abdillah pun mengatakan : “Tidak boleh!”. Laki-laki yang lain ikut
bertanya: “walaupun ia mempunyai hubungan kerabat? Abu Abdillah (Imam
Ahmad) juga mengatakan, “Tidak boleh!” Kemudian Aku bertanya lagi,
“Bagaimana jika ia adalah anaknya sendiri?”. Maka Abu Abdillah menjawab:
“jika yang ia jabat tangani adalah anaknya, maka hal ini tidaklah
mengapa”.
Dari nukilan-nukilan di atas, menunjukkan bahwa berjabat tangan langsung
dengan wanita asing yang bukan mahram adalah salah satu diantara
kemaksiatan yang telah tersebar di kalangan manusia. Dan hal ini
termasuk kemungkaran jika diukur dari sisi syariat, karena hal tersebut
merupakan perbuatan yang buruk atau tanda rusaknya agama seseorang.
Dan sungguh terdapat ancaman yang keras kepada orang-orang yang
menyentuh wanita yang bukan mahramnya, sebagaimana yang disebutkan dalam
hadits. Dari Ma’qil bin Yasar, bahwasanya Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya salah seorang diantara kalian jika ditusuk dengan jarum
dari besi , itu lebih baik baginya daripada menyentuh seorang wanita
yang bukan mahramnya”, (HR. Thabrani dan juga Baihaqi).
‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata “Demi Allah, segala hal yang
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tetapkan bagi wanita, maka hal
itu adalah perintah dari Allah Ta’ala. Dan tangan Rasulullah tidaklah
menyentuh tangan wanita. Dan perlu diketahui, bahwa menyentuh dan
berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram akan menimbulkan
kerusakan yang sangat banyak. Diantaranya akan menimbulkan syahwat
(nafsu) atau keinginan negatif dan hilangnya rasa malu. Karena barang
siapa wanita yang bermudah-mudahan dalam menjulurkan tangannya kepada
laki-laki yang bukan mahram, maka ia tidak akan segan untuk melakukan
yang lebih hina dari itu”. [copy.islampos.com]
Sumber:
ibnismail.wordpress.com
Majalah Paras edisi 14 tahun 2004
http://ar.islamway.net/fatwa/15452
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
No comments:
Post a Comment